Kehormatan dan kemuliaan yang
sebenarnya adalah ketika hati kita bebas dari bergantung kepada selain Allah
SWT. Perjuangan kita untuk menjaga harga diri dari meminta-minta kepada selain
Allah adalah bukti kemuliaan kita. Jiwa mandiri adalah kunci harga diri.
Satu hal yang telah hilang dari bangsa
kita adalah harga diri. Betapa kita sangat bergantung kepada negara lain untuk
pinjaman dan investasi. Tak aneh bila negara kita memiliki banyak utang sehingga
mudah dipermainkan oleh negara yang meminjami utang tersebut.
Mengapa semua ini terjadi? Jawabnya,
sebagian besar kita terlalu sibuk membangun aksesoris duniawi yang dianggap
serba berharga. Kita tidak sibuk membangun harga diri. Tidak mengherankan apabila
ada orang yang jabatannya tinggi, tapi perbuatannya rendah dan nista. Atau ada
yang hartanya banyak, tapi jiwanya miskin. Kita terlalu menganggap topeng dunia
sebagai sumber kemuliaan dan harga diri.
Sudah menjadi keniscayaan, setiap kita
bergantung kepada selain Allah, pasti kita akan takut kalau sandaran itu
diambil orang. Bila kita dengan sepenuh hati bergantung kepada Allah SWT, maka
yakinlah bahwa Allah tidak akan mengabaikan orang yang bersungguh-sungguh
berharap kepada-Nya. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah SWT berfirman,
"Apabila seorang hamba-Ku mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan
mendekatinya dengan berlari. Apabila ia mendekati-Ku satu jengkal, maka Aku
akan mendekatinya satu hasta".
Dari sini jelas bahwa kehormatan dan
kemuliaan yang sebenarnya adalah ketika hati kita bebas dari bergantung kepada
selain Allah. Perjuangan kita untuk menjaga harga diri dengan tidak
meminta-minta kepada selain Allah adalah bukti kemuliaan sejati. Jiwa mandiri
adalah kunci harga diri. Orang yang mandiri, hidupnya akan bebas dan merdeka.
Keuntungan lain dari sikap mandiri
adalah tumbuhnya rasa percaya diri. Kemandirian akan sumber kekuatan dan
vitalitas dalam perjuangan. Orang yang percaya diri bisa melakukan pekerjaan
jauh lebih banyak, kata-katanya jauh lebih bermakna, dan waktunya akan jauh
lebih efektif daripada orang selalu bergantung kepada orang lain.
Dengan bersikap mandiri hidup akan
terasa lebih tenang. Seorang istri tidak akan pernah khawatir ditinggal oleh
suaminya, bila ia memiliki sikap mandiri. Ia tahu bahwa semua rezeki sudah
diatur secara adil oleh Allah SWT. Tak ada satu pun makhluk kecuali sudah
ditetapkan rezekinya. Tugas kita adalah menjemput dan mencari berkah dari
karunia Allah SWT tersebut.
Kita harus mulai bangkit menjadi bangsa
yang mandiri. Bangsa yang mandiri tidak akan pernah terwujud selama
pribadi-pribadi yang menyusun bangsa tersebut tidak pernah belajar menjadi
pribadi yang mandiri. Apa kuncinya? Pertama, mandiri adalah sikap mental. Jadi
seseorang harus memiliki tekad kuat untuk menjadi orang yang mandiri. Dalam
hidup yang hanya sekali ini, kita harus terhormat dan jangan menjadi budak dari
apapun selain Allah SWT. Tekadkan terus untuk selalu menjaga kehormatan diri
dan pantang menjadi beban. Andai pun hidup kita membebani orang lain, kita
harus berusaha membalas dengan apa-apa yang bisa kita lakukan. Ketika kita
membebani orang tua, maka harga diri kita adalah membalas kebaikan mereka.
Begitupun kepada guru, teman, atau tetangga. Jangan sampai diri kita terhina
karena menjadi benalu atau peminta-minta yang hanya bisa menyusahkan orang
lain.
Kedua, kita harus memiliki keberanian.
Berani apa? Berani mencoba dan berani memikul risiko. Hanya dengan keberanian
orang bisa bangkit untuk mandiri. Tidak pernah kita berada di atas tanpa
terlebih dahulu memulai dari bawah. Adalah mimpi menginginkan hidup sukses
tanpa mau bersusah payah dan berkorban.
Sungguh, dunia ini hanyalah milik para
pemberani. Kesuksesan, kebahagiaan, dan kehormatan sejati hanyalah milik
pemberani. Orang pengecut tidak akan pernah mendapatkan apa-apa karena ia
melumpuhkan kekuatannya sendiri. Kejarlah dunia ini dengan keberanian. Lawanlah
ketakutan dengan keberanian. Takut gelap, berjalanlah di tempat gelap. Takut
berenang, segeralah menceburkan diri ke air. Semakin kita mampu melawan rasa
takut, rasa malas, dan rasa tidak berdaya, maka akan semakin dekat pula
keberhasian itu dengan diri kita. Semakin sering kita melawan rasa takut, insya
Allah keberanian akan muncul perlahan-lahan. Tentu semua ada risikonya, tapi inilah
harga yang harus kita bayar dalam mengarungi hidup. Kalau kita tidak mau
membayar harganya, kita tidak akan pernah mendapatkan apa yang kita inginkan.
Ketiga, nikmatilah proses. Segalanya
tidak ada yang instan, semua membutuhkan proses. Menjalani proses adalah
sunatullah. Negeri ini tidak mungkin berubah dalam sehari atau dua hari. Kita
harus belajar menikmati proses perjuangan, menikmati tetesan keringat dan air
mata. Perjuangan adalah nilai kehormatan kita yang sesungguhnya. Kita jangan
terlalu memikirkan hasil. Tugas kita adalah melakukan yang terbaik. Allah tidak
akan memandang hasil yang kita raih, tapi Ia akan memandang dan menilai
kegigihan kita dalam berproses. Keterpurukan yang menimpa bangsa kita, salah
satu penyebabnya adalah karena kita ingin segera mendapatkan hasil. Padahal,
tidak mungkin ada hasil, tanpa memperjuangkannya terlebih dahulu.
Kita tidak tahu kapan negeri ini akan
bangkit. Tetapi bagaimana pun kita harus memulai dengan sesuatu. Ingatlah
selalu kisah seorang kakek yang dengan semangat menanam pohon kurma. Ketika
ditanya untuk apa ia melakukan semua itu, ia menjawab, "Bukankah kita
makan kurma sekarang ini karena jasa orang-orang yang sudah meninggal. Kenapa
kita tidak mewariskan sesuatu untuk generasi sesudah kita?".
Namun, jangan sampai kegigihan dan
kemandirian yang kita lakukan mendatangkan rasa ujub akan kemampuan diri.
Proses kemandirian yang sejati harus membuat kita tawadhu, rendah hati.
Sertailah kegigihan kita untuk mandiri dengan rasa tawadhu dan tawakal kepada
Allah SWT, karena tidak ada sedikit pun kekuatan dalam diri kita kecuali dengan
kekuatan dari Allah Yang Mahakuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar