Penulis : KH. Abdullah Gymnastiar
Dan
sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah: 155). Begitu banyak hal
yang tidak kita inginkan tiba-tiba datang menimpa. Karena belum tahu ilmunya,
semua itu sering menyebabkan tertekannya perasaan yang berujung pada
penderitaan. Di antara hal yang biasa mendatangi kita adalah penyakit. Ya, saat-saat
kita ditimpa sakit.
Adalah
sesuatu yang lazim bila sebagian kita jatuh mengeluh tatkala sakit. Tubuh
lunglai, wajah kuyu, dan pudar cahayanya. Padahal, semakin banyak kita
mengeluh, maka akan semakin terasa pula sakitnya. Yang paling membahayakan adalah
bila pikiran kita tidak terkuasai dengan baik. Biasanya menerawang jauh,
realitas yang ada didramatisasi, segalanya dipersulit dan dikembangkan, hingga
makin parah dan menegangkan.
Orang
yang terkena gejala tumor misalnya, akan menjadi sengsara jika yang menjadi
buah pikirannya adalah sesuatu yang lebih mengerikan dari kondisi sebenarnya.
Ah, jangan-jangan tumor ganas. Bagaimana kalau merambat ke seluruh tubuh,
sehingga harus dioperasi? Lalu, bagaimana kalau operasinya gagal? Belum lagi
biayanya yang pasti akan sangat mahal. Bila hal ini terjadi, maka orang
tersebut akan jauh lebih menderita daripada kenyataan sebenarnya. Hal ini
terjadi karena kesalahan cara berpikir. Ia belum paham terhadap hikmah dari
penyakit yang menimpanya, sehingga salah dalam menyikapinya.
Hasilnya
jelas: rugi dunia akhirat. Sikap mental semacam ini tentu harus segera kita
atasi. Memang benar badan kita harus sehat, karena hanya dengan badan sehatlah
gerak hidup kita menjadi lancar. Kalau pun tubuh kita harus sakit, suatu saat
nanti, maka hati kita harus tetap berfungsi dengan baik. Bagaimana cara
menyiasatinya? Pertama, kita harus yakin bahwa hidup kita akan selalu
dipergilirkan. Boleh jadi sekarang kita sehat, tapi esok hari kita sakit. Ini
adalah sebuah keniscayaan. Allah SWT berfirman, Dan sesungguhnya akan Kami
berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar (QS. Al-Baqarah: 155). Kedua, kita harus yakin bahwa segala yang ada dan
yang terjadi di dunia ini ada dalam genggaman Allah SWT.
Kenyataan
ini digambarkan dalam Alquran, Kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan
di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kamu berada di dalamnya
(sekarang) dan (mengetahui pula) hari (saat manusia) dikembalikan kepada-Nya,
lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. An-Nuur: 64). Alam semesta berikut isinya
benar-benar milik Allah SWT. Dialah yang menciptakan, mengatur, dan mengurusnya
setiap saat. Sedangkan kita, jangankan membuat, menggambarnya saja sudah tidak
mampu. Sekali lagi, semuanya ada dalam genggaman Allah SWT. Dan Allah SWT bisa
berbuat apa saja yang Dia kehendaki, tanpa dapat dicegah, ditolak, dan
dihalangi siapa pun.
Begitu
pula kalau Dia menghendaki kita sakit. Itu adalah hal yang wajar, karena tubuh
kita adalah milik Allah SWT. Kenapa kita harus kecewa dan protes? Ibarat
seseorang menitipkan baju miliknya kepada kita. Kalau suatu saat diambil
kembali, maka sangat tidak layak bila kita menahannya. Alangkah baiknya bila
kita memilih ridha saja dalam menerima semua yang terjadi. Segala kekecewaan,
penyesalan, dan keluh-kesah, sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah.
Tugas kita adalah ridha akan ketentuan-Nya dan berikhtiar seoptimal mungkin
untuk berobat. Ketiga, kita harus yakin bahwa Allah itu sangat adil dan
bijaksana dalam menentukan sesuatu hal bagi makhluk-Nya. Allah SWT Mahatahu
akan keadaan tubuh kita. Semua yang ditimpakan kepada kita sudah diukur dengan
sangat sempurna dan mustahil "over dosis".
Dalam
Alquran disebutkan, Allah SWT tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya. Ia mendapatkan pahala dari kebaikan yang diusahakannya
dan mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya (QS. Al-Baqarah: 286).
Karena itu, sangat tidak tepat bila kita membebani pikiran dengan
mendramatisasi masalah apalagi sampai berburuk sangka kepada Allah SWT. Tentu,
akan lebih baik bila kita kerahkan segala potensi yang ada untuk meraih hikmah
di balik semua kejadian. Sahabat, bila kita telah memahami hikmahnya, maka
sakit adalah sebuah takdir yang sangat menguntungkan karena akan menggugurkan
dosa-dosa kita. Bukankah kita selalu merindukan ampunan-Nya? Inilah salah satu
bentuk pengabulan doa-doa kita tersebut.
Rasulullah
SAW bersabda, "Ketika seseorang ditimpa penderitaan (sakit), maka Allah
mengutus dua malaikat kepadanya. Dia berfirman, 'Dengarkanlah apa kata hamba-Ku
ketika ditengok orang-orang'. Jika ia mengucapkan alhamdulillah, maka Allah
berfirman kepada dua malaikat tersebut, 'Sampaikanlah kepadanya, jika Aku
mematikannya karena penyakitnya, maka ia pasti masuk syurga; dan jika Aku
sembuhkan, maka pasti daging dan darahnya akan Aku ganti dengan yang lebih baik
dari asalnya, serta Aku jadikan penderitaan (penyakitnya) sebagai penebus
dosa-dosanya" (HR. Al-Faqih). Hikmah lainnya, sakit bisa dijadikan sebagai
sarana bertafakur. Betapa tidak? Dengan sakit, kita dapat terhindar dari
kemaksiatan yang mungkin akan kita lakukan dalam keadaan sehat.
Kita menjadi insyaf akan
betapa penting dan mahalnya harga kesehatan yang seringkali kita sia-siakan
ketika sehat. Selain itu, sakit pun bisa menjadi jalan rezeki bagi para dokter
dan petugas kesehatan, sekaligus menjadi ladang amal bagi mereka bila ikhlas.
Sedangkan bagi kita, berobat akan menjadi ladang pahala ikhtiar. Soal sembuh
tidaknya, serahkanlah pada Allah semata. Insya Allah, pahala ikhtiar akan kita
dapatkan sepanjang ikhtiar yang kita lakukan sesuai dengan ketentuan-Nya.
Semoga Allah senantiasa menjaga, melindungi, serta memelihara kita dari
prasangka buruk terhadap segala ketentuan-Nya. Semoga pula kita diberi kekuatan
untuk mampu menikmati semua ketentuan yang Dia tetapkan pada kita. Wallahu
a'lam bish-shawab.



