Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah saw.
berkata tentang orang-orang yang tertinggal dari shalat Jum'at, "Betapa
ingin rasanya aku memerintahkan seseorang untuk mengimami shalat
kemudian aku membakar rumah orang yang tidak menghadiri shalat Jum'at
bersama-sama dengan penghuninya," (HR Muslim [652]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Ibnu 'Umar r.a, bahwa keduanya
mendengar Rasulullah saw. bersabda di atas mimbar, "Hendaklah
orang-orang itu segera berhenti meninggalkan shalat-shalat Jum'at atau
Allah akan mengunci mati hati mereka dan mereka tergolong orang-orang
lalai," (HR Muslim [865]).
Diriwayatkan dari Abul Ja’d adh-Dhamri r.a, ia berkata, "Rasulullah saw.
bersabda, 'Barangsiapa meninggalkan shalat Jum'at tiga kali karena
sengaja meremehkannya, niscaya Allah akan mengunci mati hatinya’,"
(Shahih, HR Abu Dawud [1052], at-Tirmidzi [500], an-Nasa’i [III/88],
Ibnu Majah [1125], Ahmad [III/424], Ibnu Hibban [2786], al-Hakim
[I/280], al-Baihaqi [III/172 dan 247], Ibnu Khuzaimah [1858]).
Dalam riwayat lain disebutkan, "Barangsiapa meninggalkan shalat Jum'at
tiga kali tanpa udzur, maka ia termasuk munafik," (HR Ibnu Hibban [258]
dan Ibnu Khuzaimah [1857]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw.
bersabda, 'Ketahuilah, barangkali ada seseorang dari kamu menggembalakan
serombongan kambing gembalaannya sejauh satu atau dua mil. Lalu ia
tidak mendapatkan padang gembalaan. Lalu ia mencari padang gembalaan ke
tempat yang lebih tinggi lagi. Ketika hadir waktu shalat Jum'at, ia
tidak datang dan tidak menghadirinya. Kemudian hadir waktu shalat
Jum'at, ia tidak datang dan tidak menghadirinya. Kemudian tiba waktu
Jum'at, namun ia tetap tidak menghadirinya. Hingga akhiraya Allah
mengunci mati hatinya’,” (Hasan, HR Ibnu Majah [1127], Ibnu Khuzaimah
[1859], al-Hakim [I/292]).
Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas r.a, ia berkata, "Barangsiapa meninggalkan
shalat Jum'at tiga kali berturut-turut berarti ia telah mdemparkan
Islam ke belakang punggungnya," (Shahih, HR 'Abdurrazzaq [5169], Abu
Ya'la [2712]).
Shalat Jum'at hukumnya fardhu 'ain atas setiap mukallaf, wajib atas
setiap orang yang sudah baligh berdasarkan dalil-dalil yang jelas.
Diantaranya adalah perintah Al-Qur’an yang mencakup setiap pribadi
muslim, yaitu firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, apabila
diseru untuk menunaikan shalat pada harijum'at, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah!" (Al-Jumu'ah: 9).
Dan dengan ancaman yang berat atas siapa saja yang meninggalkannya,
misalnya ancaman terkunci mati hatinya dan keinginan Rasulullah untuk
membakar rumah orang-orang yang tidak hadir shalat Jum'at.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata dalam kitab Zaadul Ma 'aad (1/398),
"Kaum muslimin sepakat bahwa shalat Jum'at hukumnya fardhu ‘ain. Kecuali
pendapat yang dihikayatkan dari asy-Syafi'i yang mengatakan fardhu
kifayah. Namun itu keliru, sebenarnya beliau mengatakan, 'Adapun shalat
led, hukumnya wajib atas orang-orang yang wajib atasnya shalat Jum'at.
Lalu orang-orang mengira shalat Jum'at hukumnya fardhu kifayah
sebagaimana halnya hukum shalat led. Ini jelas keliru, bahkan nash dari
asy-Syafi'i menyebutkan bahwa shalat led hukumnya wajib bagi segenap
kaum Muslimin. Nash tersebut mengandung dua kemungkinan: Pertama, shalat
'led hukumnya fardhu ‘ain seperti halnya shalat Jum'at. Kedua, hukumnya
fardhu kifayah. Sebab fardhu kifayah juga merupakan kewajiban segenap
kaum Muslimin seperti halnya fardhu 'ain. Hanya saja perbedaannya,
kewajiban menjadi gugur dalam fardhu kifayah bilamana sebagian orang
telah mengerjakan kewajiban tersebut.
Udzur-udzur yang membolehkan seseorang meninggalkan shalat Jum'at adalah sebagai berikut:
1. Orang-orang yang telah disebutkan dalam nash, mereka adalah; kaum
wanita, budak dan hamba sahaya, anak kecil dan orang sakit.
Dalam hadits Thariq bin Syihab r.a, dari Rasulullah saw. bahwa
beliau bersabda, "Shalat Jum'at berjama'ah wajib atas setiap muslim
kecuali atas empat orang; hamba sahaya, kaum wanita, anak kecil dan
orang sakit," (Shahih, HR Abu Dawud [1067]).
2. Bertemunya shalat led dan Jum'at. Disebutkan dalam hadits Abu
Hurairah r.a, dari Rasnlullah saw. bahwa beliau bersabda, "Telah menyatu
(berkumpul) pada hari ini dua 'led. Siapa yang telah mengerjakan shalat
led, ia boleh tidak mengerjakan shalat Jum'at. Adapun kami akan
mengerjakan shalat Jum'at," (Shahih, HR Abu Dawud [1073], Ibnu Majah
[1311], al-Hakim [1/288] dan al-Baihaqi [111/318]).
Shalat Jum'at tidak sah kecuali dikerjakan secara berjama'ah berdasarkan
hadits Thariq bin Syihab yang baru disebutkan tadi. Dari situ dibedakan
antara shalat Jum'at dengan shalat jama'ah. Karena tidak mengikuti
shalat jama'ah (shalat sendirian) hukumnya sah, tapi terkena dosa karena
meninggalkan shalat berjama'ah sebagaimana yang telah kami sebutkan
dalam bab larangan keras meninggalkan shalat jama'ah tanpa udzur.
Barangsiapa terluput shalat Jum'at karena udzur, maka ia wajib
mengerjakan shalat Zhuhur. Dalilnya adalah hadits 'Abdullah bin Mas'ud
r.a. secara mauquf, "Barangsiapa mendapatkan shalat Jum'at satu raka'at,
hendaklah ia menyempurnakan satu raka'at lagi. Barangsiapa terluput dua
raka'at hendaklah ia menyempurnakan empat raka'at." (Shahih, HR
'Abdurrazzaq (5477 dan 5479), Ibnu Abi Syaibah [11/128 dan 129],
ath-Thabrani dalam al-Kabiir [9545 dan 9548]).
Diriwayatkan dari 'Abdurrahman bin Abi Dzi'b, ia berkata, "Aku keluar
bersama az-Zubair pada hari Jum'at. Kami mengerjakan shalat empat
raka'at (yakni shalat Zhuhur)," (Shahih, HR Ibnu Abi Syaibah [II/105]).
Barangsiapa terluput shalat Jum'at tanpa udzur, maka tidak ada kaffarah
baginya kecuali taubat nasuha. Adapun yang diriwayatkan dalam hadits
Samurah binjundab, iaberkata: "Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa
meninggalkan shalat Jum'at tanpa udzur, hendaklah ia bershadaqah satu
dinar. Kalau tidak punya, hendaklah ia bershadaqah setengah
dinar’,"(Dha’if, HR Abu Dawud [1053], an-Nasai [III/89], Ahmad [V/8 dan
14], Ibnu Khuzaimah [1861], al-Hakim [I/280], Ibnu Hibban [2788 dan
2789]).
Terhitung telah mendapatkan shalat Jum'at apabila telah mendapatkan satu
raka'at darinya. Dalam hadits 'Abdullah bin 'Umar r.a. secara marfu'
disebutkan, "Barangsiapa mendapatkan satu raka'at shalat Jum'at, berarti
ia telah mendapatkannya dan hetidaklah ia sempurnakan satu raka'at
lagi," (Shahih, HR ad-Daraquthni (II/13).
At-Tirmidzi berkata dalam kitab Sunannya. (II/403), "Kandungan hadits
inilah yang berlaku di kalangan mayoritas ahli ilmu dari kalangan
Sahabat Rasulullah saw. dan selainnya. Mereka berkata: 'Barangsiapa
telah mendapatkan satu raka'at shalat Jum'at, maka hendaklah ia
menyempurnakannya satu raka'at lagi. Barangsiapa mendapati jama'ah telah
duduk tasyahhud (raka’at kedua), hendaklah ia menyempurnakan empat
raka'at.' Inilah pendapat yang dipilih oleh Sufyan ats-Tsauri, Ibnul
Mubarak, asy-Syafi'i, Ahmad dan Ishaq."
Dengan demikian, jelaslah kekeliruan sebagian orang yang mengharuskan
mendapatkan sebagian dari khutbah sebagai syarat mendapatkan shalat
Jum'at. Hadits ini merupakan hujjah yang membantah pendapat mereka.
Adapun perkataan yang diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab r.a,
"Sesungguhnya khutbah itu kedudukannya sebagai pengganti dua raka'at.
Jika ia tidak mendapatkan khutbah, maka hendaklah ia shalat empat
raka'at."
Riwayat ini tidak shahih.
sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4269784
Tidak ada komentar:
Posting Komentar